Jumat, 08 November 2013

ANALISA PROTEIN


Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.


Analisis Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.



2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.



Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning.
Lakukan titrasi blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades
sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL
reagen Biuret dan 200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Protein. (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008.
Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.
Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology. com) 
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.blogger.com) 
Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I. Yogyakarta: Yayasan
Farmasi Indonesia.
Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta: UGM
Press. 

Kamis, 07 November 2013

Evaluasi Pendidikan



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh,
Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat, hidayah dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perencanaan Tes”. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah yang sangat berjasa bagi seluruh umat.
Terimakasih yang tiada terkira juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada Elvi Yenti, S.Pd, M.Si.,yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mungkin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran membangun dari pembaca juga penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.

Pekanbaru, 13 November 2013

Penulis            

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar sebagai bagian dari peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui sistem penilaian. Dalam  penilaian  proses dan hasil belajar siswa di sekolah, aspek aspek yang berkenaan dengan pemilihan alat penilaian, penyusunan soal, pengolahan dan interpretasi data hasil penilaian, analisis butir soal untuk memperoleh kualitas soal yang memadai,serta pemanfaatan data hasil penilaian sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan. Oleh karena itu, kemampuan para guru mutlak sangat diperlukan untuk membantu suksesnya tujuan pendidikan.
Dalam mengevaluasi pembelajaran, tidaklah lepas dari syarat syarat yang harus ditempuh dalam kegiatan perencanaan dan penyusunan tes pembelajaran. Tentunya agar ter yang dihasilkan bermutu dan mampu menambah pengetahuan serta mampu memperdalam materi yang telah disampaikan sebelumnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini, akan kami sajikan syarat daripada perencanaan dan penyusunan tes pembelajaran.

B.   Rumusan masalah
1.    Apakah definisi dan persyaratan sebuah tes evaluasi pendidikan yang baik?
2.    Apa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes?
3.    Bagaimana penyusunan kisi-kisi tes dan contohnya?

C.   Tujuan Penulisan
Dengan memperhatikan beberapa permasalahan diatas, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.    Memahami definisi dan persyaratan tes evaluasi pendidikan yang baik.
2.    Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan perencanaan tes.
3.    Memahami cara penyusunan kisi-kisi tes dan contohnya.






























BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Tes
          Tes merupakan alat atau prosedur yang  digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan aturan yang sudah ditentukan.[1] Cronbach mengartikan tes sebagai prosedur yang sistematis untuk mengamati prilaku seseorang dan mendeskripsikannya dengan bantuan system numeric atau sistem kategori. Fernandes mengartikan tes sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi perilaku seseorang dan mengambarkannya dalam bentuk skala numeric atau system kategori.[2]  Sedangkan yang dimaksud tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.[3]
          Tes sebagai alat penilaian dalam evaluasi pembelajaran adalah pertanyaan pertanyaan yang yang diberikan kepada siswa untuk dijawab siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Oleh karena itu diperlukan keterampilan guru dalam kegiatan evaluasi pembelajaran tersebut. Dalam kegiatan evaluasi, terdapat 2 sumber persyaratan tes yaitu :
a)        Menyangkut mutu tes
b)        Menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan tes.
       Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun terlebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang.
       Dalam merencanakan tes evaluasi pembelajaran, hendaklah memenuhi persyaratan tes yang baik, yaitu :
a)        Validitas
          Sebuah data dikatakan valid apabila sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan yang sesungguhnya.
b)        Reliabilitas
       Kata reliabilitas berasal dari bahasa inggris reliability yang berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Suatu tes bisa dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan beberapa kali akan menunjukkan ketetapan.
c)        Obyektivitas
       Obyektivitas dapat diartikan sebagai tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi terutama dalam kegiatan penskoran atau sistem skoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
d)       Praktikabilitas (practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikability yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.

B.       Perencanaan Tes
Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya mencakup 6 jenis kegiatan :
a)        Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi
Perumusan tujuan sangatlah penting, sebab tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah
b)        Menetapkan aspek aspek yang akan dievaluasi
Misalnya aspek kognitif, afektif atau psikomotor.
c)        Memilih dan menentukan teknik apakah yang akan digunakan dalam pelaksanaan evaluasi. Misalnya dengan menggunakan teknis tes atau nontes.
d)       Menyusun alat alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik.
e)        Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan  pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi.
f)         Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa sekali evaluasi akan dilaksanakan).

Dalam perencanaan sebuah tes terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
          Diantara beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a)        Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
b)        Butir-butir soal tes harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan.
c)        Bentuk soal tes harus di buat bervariasi, sehingga betul betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.

          Dalam perencanaan sebuah tes, seorang guru perlu memikirkan tipe dan fungsi tes yang akan disusunnya sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal yang akan dibuatnya.
1.    Tes Uraian
       Beberapa petunjuk operasional yang dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal yaitu:
a.    Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada siswa untuk mempelajarinya.
b.    Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh siswa (misal: menyontek, atau bertanya kepada siswa lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang diminta untuk mempelajarinya.
c.    Sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh siswa sebagai yang betul.
d.    Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaannya atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
e.    Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas, sehingga cepat dipahami oleh siswa dan tidak menimbulkan keraguan bagi siswa dalam memberikan jawabannya.
f.     Suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh guru ialah, agar dalam menyusun butir soal tes uraian, sebelum sampai pada butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh siswa, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau cara menjawab butir-butir soal tersebut.
2.    Tes Obyektif
a.    Tes Obyektif Benar Salah (True-False Test)
       Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif bentuk true false yaitu:
1)    Seyogyanya dituliskan huruf B-S didepan masing-masing pernyataan dan jangan di belakangnya. Hal ini dimaksudkan agar mudah bagi siswa dalam memberikan jawaban disamping mudah pula bagi siswa dalam mengoreksi jawaban soal tes tersebut.
2)    Jumlah butir soal berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.
3)    Jumlah butir soal yang jawabannya betul (B) sebaiknya sama atau seimbang dengan jumlah butir soal yang jawabannya salah (S).
4)    Urutan soal-soal yang jawabannya betul (B) dan jawabannya salah (S) hendaknya jangan dibuat senada, buatlah berselang-seling sehingga dapat mencegah timbulnya permainan spekulasi dikalangan siswa.
Contoh yang jelek:
B-S-B-S-B-S-B-S-B-S-B-S
Contoh yang baik:
B-S-S-B-B-B-B-S-B-B-S-S
5)    Butir-butir soal yang jawabannya betul (B) sebaiknya tidak mempunyai corak yang berbeda dari soal-soal yang jawabannya salah. Misalnya soal-soal yang jawabannya betul kalimatnya dibuat lebih panjang daripada soal-soal yang jawabannya salah atau sebaliknya.
6)    Dalam buku (bahan tes), Ubah dan olahlah sedemikian rupa sehingga sekalipun isinya sama tetapi kalimatnya telah dimodifikasi.
7)    Menyusun butir-butir soal tes obyektif bentuk true-false hendaknya dapat di hindari sejauh mungkin agar tidak ada butir soal yang jawabannya bersifat relatif (maksudnya ada kemungkinan jawabannya betul dan ada kemungkinan jawabannya salah). Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan pendapat atau perdebatan antara guru dan siswa.
8)    Hindari kalimat panjang dan kompleks dengan kata-kata yang mempunyai arti ganda.[4]

b.    Tes Obyektif Bentuk Matching
Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif bentuk matching yaitu:
1)    Sekalipun tidak ada hukum, rumus, atau ketentuan yang pasti, namun hendaknya butir-butir item yang dituangkan dalam bentuk matching test ini jumlahnya tidak kurang dari 10 dan tidak lebih dari 15 butir.
2)    Pada tiap kelompok item hendaknya ditambahkan sekitar 20% kemungkinan jawab (daftar dua). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya suatu keadaan dimana pasangan yang harus dipilih tinggal sedikit yang belum diisikan, maka soal menjadi terlalu mudah untuk di cari jawabannya.
3)    Hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga kelompok soal atau kelompok jawabannya berada dalam satu halaman kertas (maksudnya: jangan sampai berpindah atau bersambung ke halaman berikutnya). Ini perlu sekali diperhatikan, sebab yang demikian itu akan berakibat mempersulit siswa dalam memilih dan menentukan jawabannya.
4)    Sekalipun kadang-kadang sulit dilaksanakan, usahakanlah agar petunjuk tentang cara mengerjakan soal dibuat seringkas dan setegas mungkin.

c.    Tes Obyektif Bentuk Fill In (Bentuk Isian)
       Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif bentuk fill in yaitu:
1)    Agar tes ini dapat digunakan secara efektif sebaiknya jawaban yang harus diisikan, ditulis pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah. Jadi seyogyanya jwaban yang diberikan siswa jangan dituliskan diatas titik-titik yang sudah disediakan.
2)    Ungkapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun secara ringkas dan padat demi menghemat tempat atau kertas serta waktu penyusunannya.
3)    Sejauh mungkin supaya diusahakan agar butir-butir item yang diajukan dalam tes obyektif bentuk fill in ini adalah butir-butir item yang selain mengungkap pengetahuan atau pengenalan juga dapat mengungkap taraf kompetensi lain yang sifatnya lebih mendalam.
4)    Apabila jenis mata pelajaran yang akan diteskan itu memungkinkan, penyajian soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar, peta, dan sebagainya sehingga kalimat cerita dapat dipersingkat.

d) Tes Obyektif Completion (Tes Melengkapi atau Menyempurnakan)
          Mengenai pedoman penyusunan butir-butir soal tes obyektif bentuk completion ini pada dasarnya sama dengan tes obyektif bentuk fill in, perbedaannya ialah pada tes obyektif bentuk fill in, bahan yang diteskan itu merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes obyektif bentuk completion tidak demikian. Dengan kata lain, pada tes obyektif bentuk completion ini dapat saja dibuat berlainan antara yang satu dengan yang lain.[5]

e) Tes Obyektif Bentuk Multiple Choice Item (Bentuk Pilihan Ganda)
Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif bentuk Multiple chice item yaitu:
1)    Intruksi pengerjaannya harus jelas dan bila dipandang perlu baik disertai contoh mengerjakannya.
2)    Dalam Multiple chioce test hanya ada “satu” jawaban yang benar. Jadi tidak mengenal tingkatan-tingkatan benar, misalnya benar nomor 1, benar nomor 2, dan sebagainya.
3)    Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
4)    Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negatif dalam kalimat pokoknya.
5)    Kalimat pokok dalam setiap butir soal hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal lain.
6)    Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
Contoh: ..... kita sudah merdeka....kita bekerjasama....kita masing-masing.
a. andaikata....maka
b. meskipun ... boleh
       c. negara ... maka
       d. walaupun ... tidak seharusnya
       e. tahun 1945 ... dan
8)    Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
9)    Tiap butir soal hendaknya haya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat kompleks.
10)  Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan, urutkanlah misalnya: urutan tahun, urutan alfabet, dan sebagainya.
11)  Susunlah agar jawaban manapun mempunyai kesesuaian tata bahasa dengan kalimat pokoknya.
12) Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam panjangnya, sifat uraiannya, maupun taraf teknis.
13)  Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogen mengenai isinya dan bentuknya.
14) Buatlah jumlah alternatif pilihan ganda sebanyak empat atau lima.
15) Apabila terdapat kesukaran, buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan tambahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isi.
16) Hindari pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di alternatif-alternatifnya, karena anak akan cenderung memilih alternatif yang mengandung pengulangan tersebut. hal ini disebabkan karena dapat diduga itulah jawaban yang benar.
17) Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap bukan pengertiannya melainkan hafalannya.
18) Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpang tindih, jangan inklusif, dan jangan sinonim.
19)  Jangan gunakan kata-kata indikator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.[6]

C.   Kisi-kisi Tes
1.    Teknik Penyusunan Kisi-kisi Tes:
Kisi-kisi dapat didefinisikan sebagai matrik informasi yang dapat dijadikan pedoman untuk menulis dan merakit soal menjadi tes. Dengan menggunakan kisi-kisi, penulis soal akan dapat menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan tes dan perakit tes akan mudah menyusun perangkat tes. Berbagai paket tes yang memiliki tingkat kesulitan, kedalaman materi, dan cakupan materi sama (paralel) akan mudah dihasilkan hanya dengan satu kisi -kisi yang baik. Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.         Mewakili isi kurikulum yang akan diujikan.
b.        Komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c.         Soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
d.        Urgensi, secara teoretis materi yang akan diujikan mutlak harus dikuasai siswa.
e.         Relevansi, materi yang dipilih sangat diperlukan untuk mempelajari atau memahami bidang lain.
f.         Kontinuitas, materi yang dipilih merupakan materi lanjutan atau pendalaman materi dari yang sebelumnya pernah.

Sebagai contoh, indikator yang akan di capai dalam pokok bahasan sistem koloid:
a.         Mengklasifikasikan suspensi kasar, larutan sejati, dan koloid berdasarkan data hasil pengamatan efek Tyndall, homogen atau heterogen, dan penyaringan.
b.        Menjelaskan proses pembuatan koloid melalui percobaan.
c.         Mengelompokkan koloid berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersi.
d.        Mendeskripsikan sifat-sifat koloid berdasarkan efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, elektroforesis, emulsi, dan koagulasi.
e.         Menjelaskan peranan koloid dalam industri kosmetik, makanan, dan farmasi.














BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
1.   Dalam merencanakan tes evaluasi pembelajaran, tes tersebut haruslah memenuhi persyaratan tes yang baik yaitu: validitas, reliabilitas, obyektifitas dan praktikabilitas.
2.    Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya mencakup 6 jenis kegiatan: merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi, menetapkan aspek aspek yang akan dievaluasi, memilih dan menentukan teknik apakah yang akan digunakan dalam pelaksanaan evaluasi, menyusun alat ukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik, menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan  pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi, serta menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa sekali evaluasi akan dilaksanakan).
3.    Dalam perencanaan sebuah tes, seorang guru perlu memikirkan tipe dan fungsi tes yang akan disusunnya sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana karakteristik soal yang akan dibuatnya.
4.    Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: mewakili isi kurikulum yang akan diujikan, komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami, soal-soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan, secara teoretis materi yang akan diujikan mutlak harus dikuasai siswa, materi yang dipilih sangat diperlukan untuk mempelajari atau memahami bidang lain, serta materi yang dipilih merupakan materi lanjutan atau pendalaman materi dari yang sebelumnya pernah.
B.   Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap isi dari makalah yang sederhana ini dapat menambah wawasan pembaca dan penulis mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes dan mampu membuat kisi-kisi tes yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sudijono , Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Purwanto, Ngalim.  2009. Prinsip Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya

Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: RajaGravindo Persada














LAMPIRAN
Bentuk soal Multiple Choice:
1)   Dari beberapa contoh berikut:
1. Kopi               3. Teh manis        5. Air Garam
2. Asap               4. Kabut
Manakah yang dapat menunjukan Efek tyndall…
a.         1 dan 2
b.         2 dan 3
c.         2 dan 4
d.        3 dan 4
2)   Cahaya proyektor di bioskop apabila melewati asap akan terlihat berhamburan. Hal tersebut membuktikan bahwa koloid…
a.         Memiliki sifat efek tyndall
b.         Asap mengalami gerak brown
c.         Asap Mengepul
d.        Yang memancar adalah asap kabut
3)   Gerak partikel koloid yang terus menerus dengan gerakan patah-patah disebut…
a.         Gerak kinetik
b.         Gerak menumbuk
c.         Gerak melengkung
d.       Gerak brown
4)    Fungsi dialisis dalam koloid adalah…
a.       Melindungi koloid lain
b.      Menghilangkan kotoran koloid
c.       Mempertahankan ukuran partikel koloid
d.      Pengendapan koloid
5)    Di antara sistem dispersi di bawah ini yang termasuk emulsi ialah...
a. Jeli       
b. Cat
c. Susu
d. Kanji
6)    Sifat adsorpsi dari koloid dapat digunakan dalam hal-hal di bawah ini, kecuali .…
a. Pemurnian gula            
b. Pencucian dengan sabun         
c. Penjernihan air
d. Pengobatan sakit perut
7)     Gerak Brown terjadi karena ….
        a. Tolak-menolak anta rpartikel koloid yang muatannya sama
        b. Tarik-menarikantarpartikelkoloid yang berbeda          muatan
        c. Tumbukan antar partikel koloid
        d. Gaya gravitasi
8)    Buih adalah sistem dispersi pada ….
a. Zat padat terdispersi dalam zat cair.
b. Zat cair terdispersi dalam gas.
c. Gas terdispersi dalam zat padat.
d. Gas terdispersi dalam zat cair.
e. Zat cair terdispersi dalam zat cair.
9)    Berikut ini peristiwa-peristiwa koagulasi pada partikel koloid, kecuali ….
a. Penggumpalan lateks
b. Pengobatan sakit perut
c. Pengendapan debu pada cerobong asap
d. Penjernihan lumpur dari air sungai
e. Pembentukan delta pada muara sungai
      
10) Diberikan beberapa cara pembuatan koloid berikut.
1) reaksi redoks
2) busur Bredig
3) reaksi hidrolisis
4) peptisasi
5) reaksi pemindahan
6) mekanik

Pembuatan koloid secara dispersi adalah ….
a. 1, 2, dan 3
b. 1, 3, dan 5
c. 2, 3, dan 4
d. 2, 4, dan 6
e. 4, 5, dan 6


LAMPIRAN
Bentuk soal Completion:
1.      Koloid adalah suatu campuran zat …. Antara dua zat atau lebih dimana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain.
2.      Pembuatan koloid sol dengan cara dekomposisi raangkap, hidrolisis dan redoks disebut ….
3.      Pembuatan koloid dari suatu endapan dengan bantuan zat pemecah dikenal dengan nama ….
4.      Pemurnian partikel koloid yang menempel pada permukaannya disebut ….
5.      Semakin tinggi suhu suatu sistem koloid, semakin besar …. yang dimiliki partikel medium.
6.      Dalam kehidupan sehari-hari terlihat langit berwarna merah karena …. oleh koloid.
7.      Contoh fase terdispersi padat adalah ….
8.      Contoh fase pendispersi air adalah ….
9.      Jika medium pendispersinya berupa .... maka suatu koloid disebut ....
10.  Susu adalah emulsi .... dalam air.
a. gelas warna   b. kondensasi  c. dialisis  d. Hidrofil e. lemak  f. Peptisasi    g. susu  h. heterogen  i. energi kinetik   j. Penghamburan cahaya 
LAMPIRAN
Bentuk soal uraian:

1.      Mengapa banyak industri yang berkecenderungan membuat produk berupa koloid?
2.      Apa yang dapat menyebabkan koagulasi pada sistem koloid? Jelaskan!
3.      Jelasan sol belerang dengan cara kondensasi dan dispersi?
4.      Apa yang anda ketahui tentang emolgator? Sebutkan manfaat emulgator dalam kehidupan sehari- hari?
5.      Apabila kedalam Sol Fe(OH)2 dicelupkan dua elektrode dihubungkan dengan sumber arus searah bertegangan tinggi ternyata di katode terjadi koagulasi. Jelasan operistiwa tersebut?
6.      Apabila kedalam Sol Fe(OH)2 dicelupkan dua elektrode dihubungkan dengan sumber arus searah bertegangan tinggi ternyata di katode terjadi koagulasi. Jelasan operistiwa tersebut?

LAMPIRAN
Bentuk soal fill in :
Petunjuk:
Isilah titik- titik dibawah ini dengan jawaban yang Tepat!
            Dispersi elektrolitik dikenal juga dengan istilah............(1). Dengan cara Dispersi elektrolitik, zat padat dirubah menjadi partikekel koloid dengan bantuan..........(2). Biasnya, dispersi elektrolitik digunakan untuk membuat..............(3). Misalnya............(4) dan ..........(5). Selain itu, dengan menggunakan suhu tinggi menyebabkan uap logam yang biasa dijadikan bahan bakunya mengalami........(6) membentuk partikel koloid.




[2] Wahjoedi, Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani, RajaGravindo Persada, Jakarta, 2001, h. 11.
[3] Drs. M. Ngalim Purwanto, M.P, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, h. 33.
[4] Prof. H.M. Sukardi, MS., Ph.D., Evaluasi Pendidikan: Prinsip & Operasionalnya, Bumi Aksara, Yogyakarta, h. 121.
[5] Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada, Yogyakarta, 1995, h. 104-118.
[6] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi aksara, Jakarta, 2010, h. 170-172

Template by:

Free Blog Templates